Sabtu, 05 Februari 2011

IMPEACHMENT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN

Pendahuluan
Pemerintahan jilid II Presiden SBY kembali dihantui oleh isu impeachment. Setelah tahun lalu isu impeachment hadir ketika DPR mengusulkan hak angket kasus Century, kini dalam penyelesaian kasus mafia pajak, isu impeachment bergulir kembali. Bola politik impeachment seolah menjadi hantu yang terus mengusik proses pemerintahan.
Apakah sebenarnya impeachment itu? Dan bagaimana sebenarnya eksistensinya dalam sistem ketatanegaraan? Tulisan ini akan mengkaji secara ringkas hakekat impeachment dalam sistem ketatanegaraan negara-negara di dunia.

Tinjauan Umum Impeachment
Pranata impeachment secara general diartikan sebagai sebuah proses pemberhentian Presiden dalam masa jabatannya. Sebenarnya, lingkup pranata impeachment lebih luas dari sekedar proses pemberhentian Presiden. Jika dilihat secara tekstual, istilah impeachment berasal dari kata “to impeach”, yang menurut Webster’s New World Dictionary berarti “to bring (a public official) before the proper tribunal on the charges of wrongdoing”.[i] Sedangkan dalam Black’s Law Dictionary, impeachment didefinisikan sebagai “A criminal proceeding against a public officer, before a quasi political court, instituted by a written accusation called ‘articles of impeachment”.[ii]  
Bila dilihat dari perspektif historis, istilah impeachment menurut Richard A. Posner dalam buku “The Investigation, Impeachment, and Trial of President Clinton”, berasal dari abad ke-14 di Inggris.[iii] Parlemen Inggris menggunakan pranata impeachment sebagai sarana untuk mendakwakan pejabat-pejabat tinggi dan individu individu yang memiliki kekuasaan, yang terkait dalam kasus korupsi, atau hal-hal lain yang bukan merupakan kewenangan pengadilan biasa. 
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pranata impeachment merupakan proses pendakwaan pejabat negara dihadapan lembaga atas perbuatan menyimpang yang dilakukannya. Impeachment dimulai dengan adanya surat dakwaan yang disebut “article of impeachment”. Dalam sistem pemerintahan parlementer, hal ini dikenal dengan nama “mosi tidak percaya” . Pranata impeachment merupakan salah satu kekuasaan yang dipegang oleh lembaga legislatif, yang disebut “quasi political court”. Impeachment merupakan salah satu bentuk kontrol dari legislatif terhadap pejabat negara dalam melaksanakan tugasnya.

Alasan yang Mendasari Proses Impeachment
Sebagaimana yang dikemukakan diatas, impeachment merupakan proses pendakwaan pejabat negara atas tindakannya yang menyimpang. Dalam sistem pemerintahan presidensil, impeachment kemudian diadopsi sebagai pranata pertanggungjawaban Presiden dan/atau Wakil Presiden atas perbuatan menyimpang yang dilakukannya. Sebagaimana yang dikatakan Belifante dalam bukunya “Beginselen Van Nederlandse Staatsrecht” bahwa salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara adalah pertanggungjawaban Presiden.[v] Oleh karena itu, alasan dilakukannya impeachment harus disebutkan secara tegas agar tidak dijalankan secara sewenang-wenang. Di beberapa negara, alasan impeachment dicantumkan dalam konstitusi negara.
Di AS, terdapat empat alasan yang mendasari dilakukannya impeachment. Hal ini dapat dilihat dalam Konstitusi Amerika Serikat Article 2 Section 4 yang menyatakan, “The President, Vice President, and all civil officers of the United States, shall be removed from office on impeachment for and conviction of treason (pengkhianatan terhadap negara), bribery (penyuapan), or other high crimes (tindak pidana berat lainnya) and misdemeanors (perbuatan tercela).
Sedangkan Fillipina menganut ketentuan yang lebih luas. Konstitusi Filipina Article XI Section 2 mengatur “The President, The Vice-President, The Members of The supreme Court, The Members of The Constitutional Commissions, and The Ombudsman may be removed on impeachment for, an convictions of, culpable of constitution (kealpaan terhadap ketentuan konstitusi), treason (pengkhianatan terhadap negara), bribery (penyuapan), graft (penyogokan), and corruption (korupsi), other high crimes (tindak pidana berat lainnya), and betrayal of public trust (penghianatan terhadap kepercayaan publik) ...”.
Dari pemaparan diatas, alasan impeachment dapat dibagi menjadi dua: alasan hukum dan alasan politis. Alasan hukum berdasarkan atas pelanggaran hukum materiil yang dilakukan pejabat negara, seperti pengkhianatan, penyuapan, korupsi, dan tindak pidana berat lainnya. Sedangkan alasan politis yang tidak berdasarkan hukum materiil, seperti perbuatan tercela, dan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.

Keterlibatan Lembaga Yudikatif dalam Proses Impeachment
Sudah dijelaskan bahwa alasan impeachment terdiri atas alasan hukum dan alasan politis. Khusus untuk alasan hukum, tentunya diperlukan peran lembaga yudikatif dalam memutus benar-tidaknya alasan tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan dasar yuridis dalam pembuktiannya. Berbeda dengan proses peradilan umum, proses peradilan impeachment merupakan peradilan politis, sehingga tidak dikenal adanya sanksi pidana, baik denda maupun kurungan. Namun demikian, seorang subyek impeachment dapat disidangkan kembali dalam peradilan umum dengan proses penuntutan yang dimulai dari awal sesuai dengan dakwaan yang ditujukan atasnya.[vi] Dengan demikian, tidak berlaku asas nebis in idem, karena berbedanya lingkup peradilan.
Lembaga peradilan manakah yang berwenang mengadili proses impeachment? Bagi negara yang tidak memiliki lembaga peradilan konstitusional yang mandiri, proses tersebut dilakukan di lembaga peradilan tertinggi. Seperti di AS dilakukan di Supreme Court. Namun, bila negara tersebut memiliki lembaga peradilan konstitusional yang mandiri, maka proses impeachment dilakukan di lingkungan peradilan konstitusional.

Dampak Impeachment
Patut ditegaskan bahwa pranata impeachment menekankan proses pendakwaan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh pejabat negara, bukan pada akibat terhadap berhentinya pejabat negara dari jabatannya. impeachment hanyalah pranata untuk memungkinkan dilakukannya pemberhentian terhadap pejabat publik, tetapi hasilnya tergantung proses pembuktian hukum dan proses politik yang menentukan kemungkinan dilakukan atau tidaknya pemberhentian itu.
Di AS, ada perbedaan antara pengertian impeachment dengan "removal from office" yang berarti pemberhentian dari jabatan. Pranata impeachment hanyalah sebuah sarana untuk memungkinkan dilakukannya pemberhentian terhadap pejabat negara, tetapi hasilnya tergantung proses pembuktian hukum dan proses politik yang menentukan kemungkinan dilakukan atau tidaknya pemberhentian itu. Inilah sebabnya mengapa dalam beberapa kali proses impeachment, misalnya pada Andrew Johnson, Richard Nixon[viii], dan terakhir pada William Clinton, tidak ada yang berakhir pada berhentinya Presiden. 

Penutup
Impeachment merupakan sebuah pranata pendakwaan pejabat negara yang dimulai dengan adanya “article of impeachment”. Impeachment bermula dari Inggris, sebagai sarana parlemen untuk mendakwa pejabat publik dan penguasa, terkait tindakan menyimpang yang dilakukannya. Dari Inggris, pranata impeachment kemudian diadopsi oleh berbagai negara dengan pengaturan yang berbeda-beda.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal menarik. Pertama, dalam perkembangannya, impeachment kemudian diadopsi menjadi sarana untuk mendakwa Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kedua, alasan impeachment berbeda-beda pada tiap negara, tegantung pengaturannya dalam konstitusi. Meskipun secara umum ada dua alasan: politis dan hukum. Ketiga, proses pembuktian dakwaan impeachment dilakukan pada lingkungan peradilan yang khusus yang berbeda dengan peradilan umum. Keempat, meskipun impeachment memungkinkan berhentinya pejabat negara dari jabatannya, namun proses politik lah yang menentukan berhentinya pejabat negara.

Catatan: 
[i] Victoria Neufeldt, 1991, Webster’s New World Dictionary (New York: Prentice Hall), hal. 676
 [ii]Tim Peneliti Mahkamah Konstitusi, 2005, Mekanisme Impeachment dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Jakarta:Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan MKRI), hal 6
 [iii] Ibid, hal 4
 [iv]Ridho, 2003, Pengaturan dan Mekanisme Impeachment di Indonesia Dikaitkan Dengan pembentukan Mahkamah Konstitusi (suatu Studi Teoritis dan Komparatif-Praktis). Skripsi yang disampaikan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok, hal 72
 [v] Kalimat aslinya adalah Niemand kan een bevoegheid uitoefenen zonder verantwording schuldig te zijn of zonder dat of die uitoefening controle bestaan. Lebih lanjut lihat Bagir Manan, 2003, Lembaga Kepresidenan (Yogyakarta: FH UII Press), hal 109
 [vi] Tim Peneliti Mahkamah Konstitusi, ibid, hal 28
 [vii] Ibid, hal 28
 [viii] Dalam kasus Presiden Richard Nixon, ia berhenti dari jabatannya karena mengundurkan diri pada saat proses impeachment masih berlangsung dan belum sampai pada putusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar