Kamis, 03 Februari 2011

TEORI MATERIALISME-HISTORIS

Pendahuluan
Siapa yang tidak kenal marxisme. Ideologi perjuangan yang dipopulerkan oleh duo filsof dan sosiolog Jerman, Karl Marx dan Friedrich Engels ini telah menjadi basis intelektual bagi gerakan perjuangan sosial para buruh sejak akhir abad ke-19. Bahkan Vladimir Ilyic Ulyanov (Lenin), mengadopsi marxisme menjadi sebuah bagian integral dalam sistem pemerintahan totaliter Uni Sovyet. Sebuah negara yang pernah menjadi salah satu kekuatan utama dunia.
Sekarang marxisme tampaknya menjadi sesuatu yang “basi”. Banyak yang menganggap dalam tataran praktis, marxisme sudah tidak sesuai lagi dengan konstelasi politik negara-negara dewasa ini. Mungkin hal ini ada benarnya. Namun, sebagai tambahan wawasan intelektual, tidak ada salahnya mengkaji secara teoritis ideologi perjuangan sosial ini. Bukan pada tempatnya untuk membahas marxisme secara komprehensif. Namun, tulisan ini mencoba menggali lebih lanjut inti dari ideologi Marxisme: teori materialisme-historis.

Manusia dan Proses Produksi
Marx-Engels mencoba melihat sejarah dari perspektif hubungan antara manusia dengan alam. Menurut Marx-Engels, manusia adalah makhluk individu yang bebas dan universal. Bebas berarti manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semata. Sedangkan universal berarti manusia dapat mengeksploitasi sumber daya yang ada di alam. “Bagi manusia sosialis, semua yang disebut sejarah dunia tidak lain adalah penciptaan manusia melalui pekerjaan manusia, terjadinya alam bagi manusia.”[1] 
Manusia yang bebas dan universal itu dapat membuat sebuah produksi yang merealisasikan dirinya sendiri kepada lingkungan sosialnya. Produksi manusia tersebutlah yang menghasilkan kebudayaan, ilmu pengetahuan, serta alat-alat kerja. Pekerjaan dan produksi manusia dianggap sebagai faktor determinan dalam menentukan bentuk masyarakat dan perkembangannnya. Inilah yang oleh Marx-Engels disebut sebagai “syarat obyektif perkembangan masyarakat.”[ii] 
Pandangan Marx-Engels tentang sejarah sebenarnya sistematis dan sederhana, namun mencakup fakta yang cukup rumit dan kompleks. Materialisme-historis Marx-Engels bertolak pada pekerjaan dan produksi manusia. Marx-Engels menolak pendapat Hegel yang menyatakan “absolute idée” atau apa yang dipikirkan oleh manusia sebagai faktor determinan dalam sejarah. Sebagaimana yang dikatakan Marx dalam German Ideology:
“kami tidak bertolak dari apa yang dikatakan orang, dari bayangan dan cita-cita orang, kamu bertolak dari manusia yang nyata dan aktif, dari proses hidup nyata merekalah perkembangan reflex-refleks serta gema-gema ideologis proses hidup itu dijelaskan.”[iii] 
Premis bahwa pekerjaan dan produksi yang menentukan keadaan sosial manusia inilah yang dinamakan paham materialis. Dinamakan materialis karena sejarah dianggap ditentukan oleh hal materiil (syarat-syarat produksi). Perkembangan sejarah manusia bukan berasal dari kemauan individu, melainkan dari insting manusia untuk dapat melakukan kegiatan produksi secara efektif berdasarkan logika dialektis[iv]. Dengan demikian, manusia dalam perkembangannya terikat pada tujuan untuk mengusahakan proses produksi secara efektif.

Hak Milik Pribadi dan Pertentangan Kelas
“Sejarah semua masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas”. Demikian kata-kata permulaan dalam buku Manifesto Komunis. Teori kelas merupakan salah satu kontribusi Marx-Engels dalam ilmu sosiologi. Marx-Engels sendiri belum mendefinisikan istilah kelas. Jika kita mengambil istilah yang dipakai Lenin, maka “kelas” adalah: “golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi.”[v] Dengan demikian, kelas muncul sebagai implikasi adanya kegiatan produksi.
Eksistensi kelas dimulai sejak adanya pembagian kerja. Ketika manusia mulai hidup secara berkelompok, pekerjaan mulai dibagi. Dari produksi alat kerja, pertanian, dan perburuan. Orang yang paling kuat menjadi pemimpin yang mengorganisir pembagian kerja tersebut, yang kemudian memonopoli faktor produksi, sehingga menimbulkan sistem hak milik pribadi. Sistem inilah yang kemudian membagi masyarakat kedalam kelas yang saling bertentangan.
Struktur kelas dalam masyarakat tidak terjadi secara kebetulan. Ia merupakan tuntuan dari efesiensi proses produksi. Tentunya berdasarkan kepemilikan hak milik pribadi. Kelas pemegang hak milik berada diatas, sedangkan kelas yang lain menjadi pekerja dalam proses produksi.
Sistem hak milik pribadi memberi ruang bagi eksploitasi antar kelas. Pada masyarakat feodal, ikatan feodalisme menjadikan kelas rakyat sebagai sasaran eksploitasi kelas bangsawan aristokrat. Nasib yang sama juga berlaku pada masyarakat kapitalis. Dengan kelas borjuasi sebagai pemegang kekuasaan yang baru, tatanan feodal berubah menjadi tatanan industri. Pertanian diubah menjadi pabrik. Para petani yang kehilangan lahan berubah menjadi buruh pabrik dengan nasib yang masih sama: tereksploitasi.
Menurut Marx-Engels tiap orang akan bertindak sesuai dengan kepentingan kelasnya. Dalam perspektif ini, yang menjadi aktor sejarah bukanlah perorangan atau kelompok, namun kelas sosial dalam masyarakat. Revolusi Prancis misalnya, merupakan hasil perjuangan kelas borjuis yang berusaha mencari kebebasan ekspansi perdagangan. Jadi, meskipun kebijaksanaan tetap diambil oleh orang tertentu, secara obyektif akan selalu bergerak kearah kepentingan kelasnya.

Konstruksi Masyarakat: Antara Basis dan Bangunan Atas
Salah satu pemahaman yang menjadi inti teori materialis sejarah adalah pembagian konstruksi masyarakat. Marx-Engels membagi masyarakat menjadi dua bagian besar: "basis" dan "bangunan atas".[vi] "Basis" adalah dasar dimana eskalasi proses produksi dan hubungan sosial berada. Basis ditentukan oleh dua faktor: tenaga produktif (mencakup tenaga kerja, alat produksi, dan teknologi), dan hubungan produksi (pembagian kerja). Sedangkan "bangunan atas" merupakan bangunan suprastruktur yang berada diluar proses produksi. Bangunan atas dibagi atas tatanan institusional (negara dan sistem didalamnya) dan bangunan atas ideologis (agama, ideologi, dan sistem norma).
Hubungan antara "basis" dan "bangunan atas" selalu berupa struktur kekuasaan ekonomis. Oleh karena itu, "bangunan atas" selalu dikuasai oleh para pemegang hak milik. Marx-Engels berpendapat bahwa negara, agama, dan ideologi merupakan alat kelas atas untuk mempertahankan kekuasaannya. Negara bukanlah wasit netral yang bertugas demi kepentingan umum. Inilah yang disebut Marx-Engels sebagai negara kelas. Negara yang dikuasai dan dipakai untuk kepentingan kelas atas.
Karena negara akan mengamankan kekuasaan kelas atas, maka negara tidak bisa diharapkan dalam melakukan perubahan. Perubahan datang bukan dari "bangunan atas", melainkan dari "basis". Marx-Engels beranggapan bahwa justru karena "basis" merupakan eskalasi proses produksi, maka "basis" merupakan faktor yang dinamis. Akibat tuntutan efektifitas produksi, maka elemen dalam "basis" akan terus ditingkatkan. Tenaga kerja akan terus meningkatkan kemampuannya dan menekan kelas atas. Dalam bahasa Marx-Engels ini disebut "pembalikan struktur kekuasaan". Buruh yang semakin berkembang kemudian menekan pemilik modal. Revolusi proletariat kemudian tak terelakkan lagi, ketika buruh menyadari eksistensinya sebagai kelas dan secara revolusioner manghancurkan struktur bangunan atas. Marx-Engels menekankan bahwa perubahan hanya terjadi secara revolusioner.

Menuju Masyarakat Komunisme
Teori materialisme-historis memberi pemahaman bahwa sistem kapitalisme dan hak milik pribadi bukanlah kesalahan sejarah, melainkan sebuah tahapan bagi terciptanya sebuah masyarakat ideal. Sistem hak milik pribadi merupakan hal yang tak terelakkan demi mengejar efektifitas proses produksi. Terlepas dari segala keburukannya, sistem kapitalisme dan hak milik pribadi telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada peradaban manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi disegala bidang tumbuh dengan pesat melebihi apa yang telah dicapai manusia.
Tahapan sejarah manusia versi Marx-Engels yang terakhir adalah terciptanya masyarakat komunisme. Masyarakat komunisme dimata Marx-Engels adalah penghapusan “positif”[vii] hak milik pribadi sebagai keterasingan manusia dan kepemilikan nyata oleh dan untuk seluruh manusia. Oleh karena itu, bertahun-tahun Marx-Engels mencari syarat obyektif hapusnya hak milik.
Kapankah hak milik akan hapus? Dalam masyarakat kapitalis, persaingan menyebabkan industri dengan modal terbatas akan bangkrut. Ekonomi akan dikuasai segelintir orang dengan modal besar. Jumlah buruh akan terus meningkat, sedangkan lapangan kerja terbatas. Pada tahap inilah buruh akan sadar dengan keadaannya yang tereksploitasi. Mereka kemudian bersatu membentuk serikat buruh, dan menekan pemilik modal. Tujuan mereka bukan lagi kenaikan upah, melainkan perubahan struktur sosial dengan penghapusan hak milik.
Di mata Marx-Engels, perubahan hanya akan terjadi dengan revolusi. Kenaikan upah tidak akan menghapus eksploitasi. Pembalikan struktur sosial melalui revolusilah yang akan menyelamatkan nasib buruh. Revolusi proletariat awalnya akan bersifat politis, dalam arti proletariat akan menggunakan kekuasaan negara untuk mencabut hak milik. Komunis pada awalnya adalah sosialis: nasionalisasi. Ketika hak milik dihapus seluruhnya dan tidak ada lagi perbedaan kelas dalam masyarakat, maka dengan sendirinya eksistensi negara akan hilang.
Sebenarnya, bentuk masyarakat komunis versi Marx-Engels mirip dengan ide masyarakat ideal sosialisme utopis ratusan tahun sebelumnya. “Dalam masyarakat komunis, masing-masing orang tidak terbatas pada kegiatan esklusif, melainkan dapat mencapai kecakapan dalam bidang apapun, masyarakat mengatur produksi umum…”. Kata-kata Marx-Engels ini sebenarnya masih sangat abstrak dan hampir tidak mungkin dalam implementasinya. Marx-Engels mengeleminir peran negara yang seharusnya sangat vital. Negara dipahami sebagai kekuatan suprasturktur yang hanya mendukung kepentingan kelas atas. Dalam hal ini komunisme kemudian menjadi anarkisme.

Tanggapan
Secara general, teori materialisme historis meninjau perkembangan sejarah manusia sebagai sebuah perkembangan faktor produksi, dari pembagian kerja hingga terciptanya sistem kapitalisme. Marx-Engels juga menjadi salah satu pencetus teori kelas pertama yang didasarkan atas faktor produksi. Kontribusi Marx-Engels lainnya adalah pemberian dasar ilmiah bagi terciptanya masyarakat komunis tanpa hak milik. Satu hal yang membedaannya dengan sosialisme utopis.
Ada beberapa hal yang sekiranya perlu ditanggapi. Pertama, Marx mengeleminasi peran faktor lain seperti ideologi dan agama dalam perkembangan sejarah. Tidak dapat dinafikan bahwa agama dan ideologi telah menjadi faktor yang dominan dalam perjuangan anti-kolonialisme awal abad ke-20. Kedua, peran negara yang direduksi sebagai alat kelas atas dalam mempertahankan kekuasaanya, sehingga ketika diferensiasi kelas dihapus maka dengan sendirinya peran negara akan hilang. Dalam masyarakat modern yang kompleks, hampir tidak mungkin peran negara dihapus. Jika demikian, tidak ada lagi kekuatan pemaksa yang dapat menjaga ketertiban umum. Ketiga, revolusi proletariat sebagai jalan menghapus eksploitasi buruh. Apakah eksploitasi buruh sedemikian parahnya dan tidak mungkin diadakan perdamaian hingga revolusi menjadi satu-satunya jalan keluar.
Beberapa tanggapan tersebut menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas. Akhir kata, menarik untuk dilihat apakah prediksi Marx-Engels tentang revolusi proletariat akan benar-benar berhasil menghapus ekspolitasi buruh, atau hanya akan menjadi negara totaliter seperti Uni Sovyet. Apakah masyarakat komunis tanpa negara tersebut adalah sebuah keharusan sejarah atau hanya khayalan Marx-Engels, seperti tokoh sosialisme utopis lainnya.

Catatan:
[i] Frans Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosiologi Utopis ke Perselisihan Revisionisme, 2010 (Gramedia Pustaka Utama:Jakarta), hal 93
[ii]Marx-Engels mengemukakan bahwa sosialismenya adalah sosialisme ilmiah, karena berdasarkan pada penelitian syarat-syarat obyektif perkembangan masyarakat. Titik kunci dari perkembangan masyarakat adalah adanya hak milik pribadi atas faktor produksi. Menurut Marx-Engels, komunisme akan datang ketika syarat-syarat obyektif penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi telah terpenuhi. “kami menyebut komunisme gerakan nyata yang meniadakan keadaan sekarang. Syarat-syarat gerakan itu dapat disimpulkan dari pengandaian yang terdapat sekarang.” Lihat Franz Magnis Suseno, ibid, hal 137
[iii]Ibid, hal 139
[iv]Dalam hal ini Marx-Engels dipengaruhi pemikiran Hegel. Menurut Hegel, pikiran manusia merupakan sebuah proses kontradiksi. Dalam bahasa Hegel disebut tesis, antitesis, dan sintesis. Tesis dinegasikan oleh sebuah antithesis, kontradiksi ini dileburkan menjadi sebuah pemikiran baru yang dinamakan sintesis, begitu seterusnya hingga menghasilkan pemikiran final yang disebut absolute idée. Marx-Engels mengadopsi teori ini. Pemikiran manusia terus mengalami negasi demi menghasilkan produksi yang baru. Lebih lanjut baca Tan Malaka, Madilog, cet ke-3, 2000, (Teplok Press:Jakarta), hal 140-143
[v]Franz Magnis Suseno, ibid, hal 111
[vi]Lebih lanjut baca Franz Magnis Suseno, ibid, hal 143-146
[vii]Positif dalam arti bahwa hanya hak milik pribadi yang dihapuskan, namun semua prestasi kapitalisme yang semula dimiliki kelas atas akan dimiliki oleh masyarakat secara keseluruhan. Marx-Engels menolak komunisme brutal yang bertujuan menghancurkan seluruh peninggalan kelas atas. Dengan demikian, pencapaian sistem kapitalis dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar